Minggu, 30 September 2012

Menggunakan Imbuhan se-



Perhatikan kalimat-kalimat berikut!
1.      Lomba membaca puisi antar sekolah se-kabupaten Banyuwangi dimenangkan oleh Arinda putri.
2.      Wajahnya sebulat bulan purnama.

Kedua kata bercetak miring pada kalimat-kalimat di atas menggunakan imbuhan se-.
Imbuhan se- mempunyai makna dan fungsi tertentu. Berikut ini makna dan fungsi imbuhan se-.

Makna imbuhan se- sebagai berikut.
1.      ‘menyatakan makna satu’
Contoh: Dani serombongan denganku saat karya wisata.
2.      ‘menyatakan makna waktu’
Contoh: Sebelum pergi, padamkan lampu kamarmu!
3.      ‘menyakan makna seprti’
Contoh: Tubuhnya setinggi ayahnya.
4.      ‘menyatakan makna seluruh’
Contoh: Ia selalu merepotkan orang serumah.
5.      ‘menyatakan setelah’
Contoh: Setiba di rumah aku segera mandi.

Fungsi imbuhan se- sebagai berikut.
1.      Membentuk kata keterangan (adverbial)
Contoh:
Wajahnya secantik artis sinetron.
Ia mengalami kebutaan sewaktu kecil.
Mita menangis setiba di rumah.
2.      Membentuk bilangan
Contoh:
Tina takut di rumah seorang diri. 
Harga layang-layang ini seribu rupiah.

Kamis, 27 September 2012

Menulis Artikel di Media Massa



                                                               Kuliah Penulisan Editorial & Opini

Menulis dan Mengarang
Ada suatu pandangan tradisional yang menyebutkan bahwa menulis dan mengarang adalah dua kegiatan yang berbeda, meski sama-sama berkenaan dengan aspek kebahasaan.
Kegiatan menulis sering diasosiasikan dengan ilmu yang sifatnya faktual, sedangkan kegiatan mengarang selalu diasosiasikan dengan karya sastra yang fiksional (Kamandobat 2007). Dengan kata lain, kegiatan menulis mutlak membutuhkan studi ilmiah, sedangkan kegiatan mengarang tidak.
Pandangan tersebut tentu tidak benar. Kita tentu ingat novel "Da Vinci Code" yang menggemparkan. Lalu kita juga mungkin masih ingat "The Origin of Species" karya Charles Darwin.
Keduanya berasal dari ranah yang berbeda, namun masing-masing disajikan dengan bahasa yang terkesan ilmiah dan literer.
Akan tetapi, ada satu hal yang membedakan keduanya. Yakni dalam hal penekanannya.
Meskipun sebuah karya tulis disajikan dengan bahasa literer, bila penekanannya menjurus ke bidang keilmuan -- termasuk ilmu sastra -- kita bisa mengelompokkannya ke dalam kegiatan menulis.
Demikian sebaliknya, kegiatan menghasilkan karya tulis yang lebih bernuansa fiktif, meski terkesan faktual, bisa disebut sebagai kegiatan mengarang.
Menulis Artikel
Ada sejumlah pengertian mengenai artikel. Berikut beberapa di antaranya.
Artikel merupakan karya tulis lengkap, misal laporan berita atau esai di majalah, surat kabar, dan sebagainya. (KBBI 2002: 66).
Artikel adalah sebuah karangan prosa yang dimuat dalam media massa, yang membahas isu tertentu, persoalan, atau kasus yang berkembang dalam masyarakat secara lugas. (Tartono 2005: 84).
Artikel merupakan:
1. karya tulis atau karangan
2. karangan nonfiksi
3. karangan yang tak tentu panjangnya
4. karangan yang bertujuan untuk meyakinkan, mendidik, atau
    menghibur
5. sarana penyampaiannya adalah surat kabar, majalah, dan
    sebagainya
6. wujud karangan berupa berita atau "karkhas" (karangan khas). 
    (Pranata 2002: 120).

MENULIS SECARA ILMIAH POPULER
Pada dasarnya, ada beberapa jenis model penulisan artikel. Model-model tersebut bisa dikelompokkan kepada tingkat kerumitannya. Model yang paling mudah ialah model penulisan populer.
Tulisan populer biasanya tulisan ringan yang tidak "njelimet" dan bersifat hiburan. Termasuklah di dalamnya gosip. Selain itu, bahasa yang digunakan juga cenderung bebas. (perhatikan, misalnya, bahasa yang digunakan di majalah GetFresh!).
Model yang paling sulit ialah penulisan ilmiah. Model ini mensyaratkan objektivitas dan kedalaman pembahasan, dukungan informasi yang relevan, dan biasa diharapkan menjelaskan "mengapa" atau "bagaimana" suatu perkara itu terjadi, tanpa pandang bulu dan eksak. (Soeseno 1982: 2).
Dari aspek bahasa, tentu saja tulisan ilmiah mensyaratkan bahasa yang baku. Meski demikian, Artikel Ilmiah Populer adalah salah satu model penulisan yang berada di tengah-tengahnya. Model ini merupakan perpaduan penulisan populer dan ilmiah.
Istilah ini mengacu pada tulisan yang bersifat ilmiah, namun disajikan dengan cara penuturan yang mudah dimengerti. (Soeseno 1982: 1; Eneste 2005: 171).

JENIS-JENIS ARTIKEL
Ada beberapa jenis artikel berdasarkan dari siapa yang menulis dan fungsi atau kepentingannya (Tartono 2005: 85-86). Berdasarkan penulisnya, ada artikel redaksi dan artikel umum.
Artikel redaksi ialah tulisan yang digarap oleh redaksi di bawah tema tertentu yang menjadi isi penerbitan.
Sedangkan artikel umum merupakan tulisan yang ditulis oleh umum (bukan redaksi).  Sedangkan dari segi fungsi atau kepentingannya, ada artikel khusus dan artikel sponsor. Artikel khusus adalah nama lain dari artikel redaksi. Sedangkan artikel sponsor ialah artikel yang membahas atau memperkenalkan sesuatu.

MULAI MENULIS ARTIKEL
A. Menguji Gagasan
Prinsip paling dasar dari melakukan kegiatan menulis ialah menentukan atau memastikan topik atau gagasan apa yang hendak dibahas. Ketika sudah menentukan gagasan tersebut, kita bisa melakukan sejumlah pengujian. Pengujian ini terdiri dari lima tahap sebagai berikut (Georgina dalam Pranata 2002: 124; band. Nadeak 1989: 44).
1. Apakah gagasan itu penting bagi sejumlah besar orang?
2. Dapatkah gagasan ini disempitkan sehingga memunyai fokus
    yang tajam?
3. Apakah gagasan itu terikat waktu?
4. Apakah gagasan itu segar dan memiliki pendekatan yang unik?
5. Apakah gagasan itu akan lolos dari saringan penerbit?
B. Pola Penggarapan Artikel
Ketika hendak menghadirkan artikel, kita tidak hanya diperhadapkan pada satu kemungkinan. Soeseno (1982: 16-17) memaparkan setidaknya lima pola yang bisa kita gunakan untuk menyajikan artikel tersebut. Berikut kelima pola yang dimaksudkan:
1. Pola pemecahan topik
Pola ini memecah topik yang masih berada dalam lingkup pembicaraan yang ditemakan menjadi subtopik atau bagian-bagian yang lebih kecil dan sempit kemudian menganalisa masing-masing.
2. Pola masalah dan pemecahannya
Pola ini lebih dahulu mengemukakan masalah (bisa lebih dari satu) yang masih berada dalam lingkup pokok bahasan yang ditemakan dengan jelas. Kemudian menganalisa pemecahan masalah yang dikemukakan oleh para ahli di bidang keilmuan yang bersangkutan.
3. Pola kronologi
Pola ini menggarap topik menurut urut-urutan peristiwa yang terjadi.
4. Pola pendapat dan alasan pemikiran
Pola ini baru dipakai bila penulis yang bersangkutan hendak mengemukakan pendapatnya sendiri tentang topik yang digarapnya, lalu menunjukkan alasan pemikiran yang mendorong ke arah pernyataan pendapat itu.
5. Pola pembandingan
Pola ini membandingkan dua aspek atau lebih dari suatu topik dan menunjukkan persamaan dan perbedaannya. Inilah pola dasar yang paling sering dipakai untuk menyusun tulisan.
Kelima pola penggarapan artikel di atas dapat dikombinasikan satu dengan yang lain sejauh dibutuhkan untuk menghadirkan sebuah tulisan yang kaya.
1. Menulis Bagian Pendahuluan
Untuk bagian pendahuluan, setidaknya ada tujuh macam bentuk pendahuluan yang bisa digunakan (Soeseno 1982: 42). Salah satu dari ketujuh bentuk pendahuluan berikut ini dapat kita jadikan alternatif untuk mengawali penulisan artikel kita.
a. Ringkasan
Pendahuluan berbentuk ringkasan ini nyata-nyata mengemukakan pokok isi tulisan secara garis besar.
b. Pernyataan yang menonjol
Terkadang disebut juga sebagai "pendahuluan kejutan", diikuti kalimat kekaguman untuk membuat pembaca terpesona.
c. Pelukisan
Pendahuluan yang melukiskan suatu fakta, kejadian, atau hal untuk menggugah pembaca karena mengajak mereka membayangkan bersama penulis apa-apa yang hendak disajikan dalam artikel itu nantinya.
d. Anekdot
Pembukaan jenis ini sering menawan karena memberi selingan kepada nonfiksi, seolah-olah menjadi fiksi.
e. Pertanyaan
Pendahuluan ini merangsang keingintahuan sehingga dianggap sebagai pendahuluan yang bagus.
f. Kutipan orang lain
Pendahuluan berupa kutipan seseorang dapat langsung menyentuh rasa pembaca, sekaligus membawanya ke pokok bahasan yang akan dikemukakan dalam artikel nanti.
g. Amanat langsung
Pendahuluan berbentuk amanat langsung kepada pembaca sudah tentu akan lebih akrab karena seolah-olah tertuju kepada perorangan.
Menulis Pendahuluan
Meskipun merupakan pendahuluan, bagian ini tidaklah mutlak ditulis pertama kali. Mengingat tugasnya untuk memancing minat dan mengarahkan pembaca ke arah pembahasan, sering kali menulis bagian pendahuluan ini menjadi lebih sulit daipada menulis judul atau tubuh tulisan. Oleh karena itu, Soeseno (1982: 43) menyarankan agar menuliskan bagian lain terlebih dahulu.
Menulis Bagian Pembahasan atau Tubuh Utama
Bagian ini disarankan dipecah-pecah menjadi beberapa bagian. Masing-masing dibatasi dengan subjudul-subjudul. Selain memberi kesempatan agar pembaca beristirahat sejenak, subjudul itu juga bertugas sebagai penyegar, pemberi semangat baca yang baru (Soeseno 1982: 46). Oleh karena itu, ada baiknya subjudul tidak ditulis secara kaku. Pada bagian ini, kita bisa membahas topik secara lebih mendalam. Uraikan persoalan yang perlu dibahas, bandingkan dengan persoalan lain bila diperlukan.
Menutup Artikel
Kerangka besar terakhir dalam suatu karya tulis ialah penutup. Bagian ini biasanya memuat simpulan dari isi tulisan secara keseluruhan, bisa juga berupa saran, imbauan, ajakan, dan sebagainya (Tartono 2005: 88).
Ketika hendak mengakhiri tulisan, kita tidak mesti terang-terangan menuliskan subjudul berupa "Penutup" atau "Simpulan". Penutupan artikel bisa kita lakukan dengan menggunakan gaya berpamitan (Soeseno 1982: 48). Gaya pamit itu bisa ditandai dengan pemarkah seperti "demikian", "jadi", "maka", "akhirnya", dan bisa pula berupa pertanyaan yang menggugah pembaca.
Pemeriksaan Isi Artikel
Ketika selesai menulis artikel, hal selanjutnya yang perlu kita lakukan ialah melakukan pemeriksaan menyeluruh. Untuk meyakinkan bahwa tulisan yang kita hasilkan memang baik, kita harus rajin memeriksa tulisan kita. Untuk memudahkan pengoreksian artikel, beberapa pertanyaan berikut perlu kita jawab (Pranata 2002: 129-130).
Untuk pembukaan, misalnya, apakah kalimat pembuka bisa menarik pembaca? Dapatkah pembaca mulai mengerti ide yang kita tuangkan? Jika tulisan kita serius, adakah kata-kata yang sembrono? Apakah pembukaan kita menyediakan cukup banyak informasi?
Untuk isi atau tubuh, apakah kalimat pendukung sudah benar-benar mendukung pembukaan? Apakah masing-masing kalimat berhubungan dengan ide pokok? Apakah ada urutan logis antarparagraf?
Untuk simpulan, apakah disajikan dengan cukup kuat? Apakah mencakup semua ide tulisan? Bagaimana reaksi kita terhadap kata-kata dalam simpulan tersebut? Sudah cukup yakinkah kita bahwa pembaca pun akan memiliki reaksi seperti kita? Jika kita menjawab "tidak" untuk tiap pertanyaan tersebut, berarti kita perlu merevisi artikel itu dengan menambah, mengganti, menyisipi, dan menulis ulang bagian yang salah.

Rabu, 26 September 2012

Pengantar Mata Kuliah Retorika



15 September 2012
1.      Pengantar
a. Sejarah perkembangan
retorika
b. Pengertian retorika
c. Manfaat retorika
Ket:
·        Sejarah perkembangan retorika
a.       Mesir, 3000 SM
b.      Syracuse, pulau Sisilia, Laut tengah
465 SM→Corax
“ Techno logon” artinya seni kata-kata
c.       Yunani Abad ke-5 SM
Gorgias→Sokrates→Isokrates
1. Pendapat Gorgias bahwa kebenaran suatu pendapat hanya dapat dibuktikan dengan cara memenangkannya dalam suatu pembicaraan.
2. Sokrates menentang Gorgias. Menurut Sokrates bahwa retorika harus digunakan untuk menemukan kebenaran tehniknya dengan dialog.
3. Isokrates adalah murid dari Sokrates. Menurut Isokrates pendapat yang membimbing lebih baik daripada tindakan praktis.
d.      Timur tengah
“Nahj Balaghah” artinya cara dan tehnik berbicara.
e.       Indonesia
“Indonesia menggugat”, ”Mencapai Indonesia Merdeka”
·        Pengertian retorika
a.       Dalam bahasa Inggris
1. Kepadaian berbicara
2. Seni menggunakan bahasa secara efektif
b.      Dalam bahasa Belanda (Retorika) adalah pemakaian kata-kata dengan gaya yang indah.
c.       Dalam bahasa Indonesia
1. Ketrampilan berbahasa secara efektif.
2. Pemakaian bahasa dalam karang mengarang.
3. Seni berpidato yang muluk-muluk

Ø  Publik Speaking berbicara atau berpidato didepan umum dengan menggunakan segala tehnik dan strategi komunikasi demi berhasilnya kegiatan mempengaruhi orang lain.

·        Manfaat retorika
a.       Cakap berpidato
b.      Mempertinggi kecakapan akademisi dan profesionalisme
c.       Kecakapan diri dan sosial
d.      Pemeliharaan kebebasan dan keterbukaan masyarakat.
Buku/ Referensi:
1. RETORIKA: Strategi, tehnik, dan taktik pidato
Kustadi Suhandang, Nuansa Cendekia, 2009
2. Mastering Public Speaking
Dorothi lynn & Jessica selasky, Luna Publiser, 2008
Keterangan yang lain akan dilanjutkan pada kuliah Retorika yang akan datang. Semoga tulisan ini menjadi sesuatu yang yang bermanfaat. Khususnya bagi mahasiswa FKIP bahasa Indonesia semester 7.